• Tentang Penulis

    Selamat Datang Di Echo Dot Com Gerbang Informasi Menuju Insan Berilmu Mari Bergabung dan berbagi ilmu, bagi para pengunjung yang sudah mampir jangan lupa meninggalkan komentar ya...? untuk kemajuan dan kesempurnaan blog ini, Terima Kasih. Jaya Blogger Indonesia
  • Kategori

  • Komentar dan Saran

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

A. PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

Selanjutnya pendekatan dalam pembelajaran, ada juga pendekatan pengelolaan kelas. Pendekatan ini ada keterkaitannya dengan pendakatan pembelajaran. Masalahnya ialah proses pembelajaran ini berlangsung dalam situasi dan kondisi kelas. Pengelolaan kelas ada yang bersifat perorangan ada yang bersifat kelompok

Berbagai pendekatan pengelolaan kelas, untuk menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas antara lain ialah,

1. Pendekatan Otoriter
2. Pendekatan Permisif
3. Pendekatan Pengubahan Perilaku
4. Pendekatan Sosio – Emosional.
5. Pendekatan Proses Kelompok

1. Pendekatan Otoriter’

Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka perlu adanya pendekatan:
a. perintah dan larangan
b. penekanan dan penguasaan
c. penghukuman dan pengancaman
d. Pendekatan perintah dan larangan

Pendekatan ini tampak mudah, namun kenyataan kurang mantap dalam pelaksanaan. Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertenru.

Seorang pengajar yang melaksanakan perintah dan larangan bersikap reaktif. Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi. Sehingga dengan pendekatan perintah dan larangan ini tidak membuka peluang bagi tindakan yang luwes dan kreatif. Di sinilah sifat otoriter dari pendekatan perintah dan larangan itu datang bertumpuk untuk melakukan tugas-tugas di sekolah. Akibatnya pengajar kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan hanya mengandalkan penerapan pendekatan tersebut untuk masalah yang sama, yang mirip dan sementara cocok. Dengan demikian pengajar dikatakan kurang mampu menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.

b. Pendekatan penekanan dan penguasaan

Pendekatan penekanan dan penguasaan ini banyak mernentmgkan diri pengajar sendiri
seirama dengan dengan pendekatan pertama, pengajar banyak memerintah. mengomel dan memarahi. Seiring pula dalam melakukan pendekatan dengan memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa (misalnya pimpinan sekolah, orang tua). Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan penekanan, menyatakan ketidaksetujuan dengan kata-kata, tindakan atau pandangan menunjukkan sikap penguasaan.

Semua contoh pendekatan demikian bersifat otoriter atau berkuasa atas diri orang lain. Bila dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas kita menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan ini maka memungkinkan pembelajar diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya- Bagi pengajar pendekatan penguasaan dan penekanan ini berarti memaksakan kehendak bagi orang lain. Sehingga tahap toleransinya kurang terbina. Pendekatan semacam ini kurang tepat, kurang toleransi. kurangbijaksana.

c. Pendekatan Hukuman dan Pengancaman

Pendekatan penghukuman muncui dalam berbagai bentuk tingkah laku antara lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan pengusiran. menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh menertawakai: atau menghukum seseorang di depan pembelajar, memaksa pembelajar untuk meminta maaf. memaksa dengan tuntutan tenentu, atau bahkan dengan ancaman-ancaman. Pendekatan semacam ini tidak dibenarkan karena kurang manusiawi setiap pembelajar kurang mendapatkan penghargaan sebagai individu yang mempunyai harga diri. Pendekatan penghukuman dan pengancaman ini termasuk penanganan yang kurang tepat, bersifat otoriter kurang manusiawi Berdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncui da sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar. Pada umumnya tindakan otorite kurang menguntungkan, hasilnya berupa tingkah laku atau pemecahan sementara. Sementara tersebut belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya. melainkan baru
menjangkau gejala-gejala yang muncul dipennukaan belaka.

2. Pendekatan Permisif

Pendekatan yang primisif dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan
pengajar yang memaksimalkan kebebasan pembelajar untuk melakukan sesuatu. Sehingga pembelajar bila kebebasan ini dihalangi dapat menghambat perkembangan pembelajar.
Berbagai bentuk pendekatan dalam peiaksanaan pengeiolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar.

a. Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasabodohan merupakan tindakan yang bersifat premisif.

Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh pembelajar diantaranya:

Ø meremehkan sesuatu kejadian, atau tidak melakukan apa-apa sama sekali

Ø memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan .

Ø menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya

Ø menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain

Ø mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota

Melalui pendekatan ini pengajar memandang mudah, tak banyak risiko. Namun sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan, terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti suatu tugas atau penanggung jawab. Padahal pembelajar memiliki harga diri pribadi serta pola berpikir yang masing-masing tidak sama.

b. Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.

Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu meiakiikan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang menguntungkan lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau disusun. Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja pembelajar belum memadai dan kurang terarah .

Akibat yang sering terjadi pembelajar merasa telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab dalam kelompok atau kelas itu. Tapi ternyata setelah dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan terhadap gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.

3. Pendekatan Pengubahan Perilaku

Pendekatan ini berdasar pada teori bahwa semua perilaku pembelajar baik yang disukai maupun yang tidak adalah hasil belajar. Melalui pendapat tersebut maka dapat dikenal prinsip-prinsip bahwa:
Semua bentuk pendekatan yang berupa penguatan positif maupun negatif, hukuman, penghilangan berlaku dalam proses belajar bagi setiap tingkatan umur dan semua keadaan. Proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruh oleh kejadian-kejadian yang Berlangsung di lingkungan

a. Pendekatan Penguatan

Teori pengubahan perilaku menyatakan bahwa penguatan perilaku tertentu sejalan dengan usaha belajar yang hasilnya akan memperoleh ganjaran. hadiah (penguatan atau pendorong). Contoh : Pada akhir tahun ajaran. kelas akan memberi hadiah bagi yang meraih kejuaraan. Usaha pemberian hadiah atau ganjaran ini ini dimaksud untuk memberi penguatan tertentuagar muncul suatu penampilan perilaku baru yang semakin mantap. kuat dan disetujui. Perilaku yang diperbuat berupa perilaku yang disukai maupun yang tidak disukai. Perilaku tertentu yang diberi ganjaran cenderung untuk diteruskan.

Contoh :

Di kelas seorang pembelajar menyenangi mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi kurang menyenangi pelajarn Matematika. Kedua perilaku terhadap dua pelajaran yang disenangi perlu diperkuat untuk mencapai tujuan-tujuan belajar tertentu. Bila perilaku yang disukai menghasilkan suatu hasil belajar dengan pola perilaku yang baik perlu diberi penguatan berikutnya berupa ganjaran atau hadiah. Berarti hasil belajar yang berupa perilaku itu dapat diteruskan. Penguatan dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Umumnya penguatan diberikan kepada pembelajar yang menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar perilaku tertentu yang dikuasai pembelajar disebut penguatan positif. Sebaliknya penguatan dengan jalan mengurangi atau menghilangkan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak memberi hasil kepada diri pembelajar disebut penguatan negatif.

b. Pendekatan penghukuman dan penghilangan

Teori pengubahan perilaku melalui penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan bentuk menghilangkan perilaku yang tidak menyenangkan disebut penghukuman untuk menghilangkan atau meniadakan. Pendekatan penghukuman ini dianggap bermanfaat bila untuk segera menghentikan, menghilangkan penampilan tingkah laku yang tak disukai untuk segera dan sambil melaksanakan sistem penguatan yang tepat bagi kelayakan penampilan perilaku tertentu yang disukai.
Para penganut pendekatan pengubahan perilaku berpendapat bahwa :
Mengabaikan atau menghilangkan perilaku yang disukai dan memperlihatkan persetjuan terhadap perilaku yang disukai merupakan tindakan yang efektif untuk membina tingkah laku pembelajar dalam kelas, memperlihatkan persetujuan atas tingkah yang disukai merupakan kunci dalam pengelolaan kelas melalui pengubahan perilaku ini.

Melalui empat proses yakni penguatan positif, penguatan negatif, penghukuman dan penghilangan maka tugas pengajar adalah menguasai, menerapkan proses tersebut secara tepat serta mengawasi tingkah laku pembelajar dengan penuh kewaspadaan.

4. Pendekatan Iklim Sosio Emosional


Pendekatan ini memandang bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi
dari hubungan yang baik antara pengajar dengan pembelajar, pembelajar dengan pembelajar.

Hubungan diharapkan merupakan jalinan ke arah hubungan antara pribadi yang dipen’garuhi oleh :
a. Sikap keterbukaan dan tidak berpura-pura.
b. Penerimaan dan kepercayaan pengajar kepada pembelajar dan sebaliknya.
c. Rasa simpati pengajar terhadap pembelajarnya.

Pengajar yang akan menerapkan pendekatan hubungan interpersonal (antar pribadi) perlu menyadari kenyataan bahwa “Cinta” dan “rasa harga diri” merupakan dua kebutuhan dasar yang ingin dimiliki oleh pembelajar jika pembelajir itu ingin mengembangkan perasaaii harga diri sukses. Suatu pengaiam sukses perlu muncul pada diri pembelajar dan pembelajar perlu belajar meraih sukses melalui ^engalaman sendiri. Tugas belajar dalam pengelolaan kelas adalah membuka kemungkinan sebesar-besarnya bagi pembelajar bertindak dan menghayati sendiri. Bagi pembelajar merupakan kesempatan untuk memandang .dirinya sebagai individu yang berharga. Oleh karena itu setiap pembelajar perlu dilayani dengan penuh penghargaan sehingga pengajar mengupayakan sejauh mungkin kemungkinan yang menimbulkan kegagalan yang efeknya bisa membunuh motivasi, kecemasan, tanpa harapan, dan menyingkirkan perangsang timbulnya tingkah laku menyimpang.

Kelas yang diliputi oleh hubungan inter personal yang baik merupakan kondisi yang beriklim sosio emosional yang baik. Kelas yang berkondisi dan bersituasi demikian menjadikan pembelajar merasa mau dan tentram tanpa suatu ancaman atau dikejar-kejar oleh kekuasaan, penekatan tertentu. Penekanan sistem sosio emosional berakar dari pandangan yang menutamakan hubungan saling menerima, sikap empati sebagai sesama manusia. Melalui pendekatan ini pembelajar benar-benar percaya bahwa pengajar penuh dedikasi dalam membina belajarnya. Apabila pembelajar perilaku menyimpang maka pengajar dapat memisahkan kesalahan dari orang yang berbuat salah, dan menolak perbuatan yang menyimpang.

Fungsi pengajar ialah mengembangkan hubungan baik dengan setiap pembelajar. Bila pengajar ingin secara maksimal membantu pembelajar belajar perlu melaksanakan sikap kesadaran diri sendiri, keterbukaan, sikap menerima, menghargai mau mengerti dan menaruh rasa empati. Ide-ide pokok pendekatan iklim sosio emosional ini dikemukakan oleh Carl Rogers. Sebagai rangkuman Rogers mengemukakan kondisi-kondisi yang mempengaruhi keberhasilan belajar yakni:

Ø Sikap pengajar terhadap pembelajar dalam bentuk penampilan diri secara wajar,
penerimaan diri, dan rasa empati. Ide ini diperkuat oleh pendapat Girrot bahwa komunikasi yang interaktif perlu diselenggarakan oleh pengajar yang berorientasi pada pembelajar.

Menurut Glosser, penciptaan iklim sosio emosional terjadi bila tcrdapat keterlibatan
pengajar dalam suasana belajar itu vmtuk mengembangkan tanggung jawab sosial dan
merasa dirinya “berarti” bagi orang lain. Bagi mereka yang meiakukan perilaku
meyimpang hendaknya dibantu untuk memperbaiki diri. Salah satu saran dan Glosser
untuk mengatasi masalah kelas/kelompok hendaknya melalui pertemuan kelas untuk
memecahkan masalah sosial.Pandangan Dreikurs terhadap iklim sosio emosional adalah :

Ø pentingnya suasana kelas yang demokratis pengajar, pengajar dan pembelajar bersama
sama mewujudkan tanggung jawab terhadap kelas demi kelancaran belajar mengajar.

Ø pemikiran dan kewaspadaan terhadap pengaruh akibat-akibat tertenru baik akibat alamiah dan akibat logis.

Contoh akibat alamiah dari kekurang hati-hatian bekerja di laboratorium tangan terbakar, kompor meiedak, sedang akibat logisnya ialah pembelajar yang bersangkutan mengganti alat yang dirusakkan, menanggung de.i’a pada tangan yang terluka.

Dengan pendekatan iklim sosio emosional ini pembelajar dipandang sebagai “keseluruhan pribadi yang sedang berkembang”, bukan semata-mata sebagai seorang yang mempelajari pelajaran tertentu saja

Anggaran dasar dari pengelolaan kelas ini bahwa :

a. Kegiatan pembeiajar di sekolah berlangsung dalam suatu kelompok tertentu.

b. Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dimiliki oleh sistem sosial lainnya.

5. Pendekatan Proses Kelompok

Penggunaan pendekatan proses kelompok ini menekankan pentingnya ciri-ciri kelompok yang sehat yang terdapat dalam kelas yang didukung adanya saling berhubungan antar pembelajar dalam kelompok di kelas itu. Peranan pengajar diutamakan pada upaya mengembangkan dan mempertahankan ke eratan hubungan antar pembelajar semangat produktivitas, dan orientasi pada tujuan kelompok bukan tujuan pribadi. Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas pemakaian pemdekatan proses kelompok didasarkan atas pertimbangan bahwa perilaku yang menyirnpang pada dasarnya bukan peristiwa yang menimpa perorangan tetapi menyangkut banyak orang dalam kelompok berupa peristiwa sosial yang harus ditanggung oleh sekelompok orang. Tujuan utama dari pendekatan proses kelompok ini ialah membantu kelompok bertanggung jawab atas perbuatan kelompok anggota-anggotanya dalam kegiatan kelompok sendiri. Kelompok yang berfungsi secara efektif dapat melakukan pengawasan yang mantap terhadap terhadap anggota-anggotanya.

Dalam pelaksanaan pendekatan proses kelompok yang harus diperhatikan oleh pengajar ialah :

Ø Meningkatan daya tarik dan ikatan bagi anggota-anggotanya melalui menumbuhkan sikap saling menghargai, komunikasi yang tepat,

Ø Mengembangkan aturan-aturan dan norma kelompok yang menayangkan, produktif, diterima oleh semua anggota, kompak, bersatu dan bertanggungjawab.

Ø Menurut Schmuck dan Schmuck ada 6 unsur yang menyangkut pengelolaan kelas melalui proses kelompok yakni harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi dan keeratan hubungan.

a. Harapan merupakan persepsi yang ada pada pengajar dan pembelajar tentang hubungan mereka. Harapan yang akan menyangkut bagaimana anggota kelompok berperilaku amat berpengaruh terhadap suatu kelompok yang efektif. Harapan yang berkembang adalah harapan pada diri pengajar dan pembelajar yang realistik tepat. secara ielas dimengerti oleh pengajar dan pembelajar. Perilaku pengajar menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan perilaku pembelajar, serta pembelajar berperilaku sesuai dengan harapan pengajar. Semestinya pengajar memiliki harapan agar pembelajamya berperilaku baik sesuai dengan norma kelompok kelasnya.

b. Kepemimpinan diartikan sebagai pola perilaku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan tak dapai dipisahkan dengan :

Ø tindakan-tindakan anggota kelompok

Ø menumbuhkan norma kelompok

Ø menggerakkan kelompok untuk berbuat

Ø mengorganisasikan tindakan kelompok

Ø mejiingkatkan mutu interaksi antar kelompok

Juga dalam membina keeratan kelompok. Suatu kelompok dalam kelas tercipta jika terdapat kepemimpinan yang didistribusikan pada semua anggota kelompok. Sehingga setiap anggota merasakan bahwa mereka mempunyai tanggung melaksanakan tugas kelompok dengan baik.

Pengajar yang efektif dalam pengelolaan kelas proses kelompok ini adalah pengajar yang mampu menciptakan iklim di mana pembelajar mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik yang berorientasi pada tujuan.

c. Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban dalam hubungan kelompok. Kemenarikan dapat juga diartikan sebagai tingat hubungan persahabatan di antara para anggota kelompok. Tingkat kemenarikan ini tergantung pada hubungan interpersonal yang positif. Berarti melalui hubungan interpersonal yang baik, positif di antara para anggota kelompok memungkinkan dalam pengelolaan kelas dapat dihindari tingkah laku yang menyimpang. Untuk itu usaha pengajar meningkatkan sikap menerima dari para anggota terhadap situasi dan perubahan ataupun hadirnya orang lain akan membantu efektivitas pengelolaan kelas melalui proses kelompok.

d. Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, cara merasakan (menghayati), dan bagaimana bertingkah laku yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Norma amat besar pengaruhnya dengan hubungan interpersonal, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang diharapkan dari orang lain. Norma kelompok yang efektif adalah yang menjamin prpduktivitas kelompok dan sebaliknya. Tugas pengajar dalam membantu kelompok adalah mengembangkan, menerima dan mempertahankan norma norma kelompok yang produktif. Norma kelompok akan membantu pembelajar untuk bertingkah laku. Norma tidak dapat dipaksakan. Tetapi norma yang produktif akan berkembang sedang norma yang sah produktif akan disingkirkan kelompok. Diskusi kelompok salah satu penerapan metode untuk memberikan norma yang produktif.

e. Komunikasi baik vertikal maupun non verbal merupakan dialog antar anggota kelompok.
Komunikasi melibatkan kemampuan individu untuk sdaling mengemukakan ide-ide dalam perasaan orang lain. Dengan komunikasi akan terjadilah interak,si antar anggota kelompok yang memungkinkan terjadinya proses kelompok yang efektif. Dalam komunikasi yang efektif terjadi bahwa penerima mampu menafsirkan informasi secara benar atau melalui proses yang benar. Tugas pengajar adalah menumbuhkan interaksi dan komunikasi ganda yakni membukakan saluran komunikasi yang memungkinkan semua pelajar secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaan serta mau menrima pikiran dan perasaan yang dikumunikasikan oleh pengajar atau kepada pengajar. Untuk itu pengajar perlu mengem¬bangkan kemampuan khusus berkomunikasi.

f. Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok. Keeratan menekankan pada hubungan individu tehadap kelompok secara keseluruhan, bukan hubungan individu lain. Yang mendorong berkembangnya keeratan dalam kelompok adalah :

Ø adanya minat yang besar bertahap tugas-tugas kelompok.

Ø para anggota saling menyukai

Ø kelompok memberikan prestise tertentu kepada anggotanya.

Keeratan kelompok dapat tumbuh apabila kebutuhan individu danat terpenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok itu. Pengajar dapat mengeiola kelas secara efektif karena ia mampu menciptakan kelompok yang erat dan memiliki Donna yang terarah pada tujuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implikasi dari pengelolaan kelas yang melalui proses kelompok harus berfungsi dan terarah pada tujuan dengan memperhatikan:

a. pengajar mampu mengungkapkan harapan dalam hubungan interpersonal antar anggota/kelompok.

b. pengajar mampu mewujuSkan pengarah-pengarcin

c. pengajar memperlihatkan rasa kemenarikan dan empati dalam membantu pembelajar
(saling menerima. saling memberi, menyediakan kesempatan).

d. pengajar membantu pembelajar mengatasi konflik antara peraturan kelompok dengan
norma kelompok, juga dengan sikap-sikap individu.

e. pengajar mampu mewujudkan keterampilan berkomunikasi.

f. pengajar mampu meningkatkan keeratan hubungan antar anggota dalam kelompok terhadap kelompok bukan untuk individu yang lain.

Sebagai pembanding anda pelajari jenis kegiatan pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Johnson dan Mary Bany, bahwa penglolaan kelas ditekankan adanya : ‘

1. Kemudahan (fasilitation),

merupakan tingkah laku pengelolaan yang mengembangkan atau mempermudah perkembangan kondisi-kondisi positif di kelas, antara lain meliputi:
(1) terbinanya kesatuan dan kerjasama
(2) mengembangkan aturan dan prosedur kerja
(3) menerapkan kondisi-kondisi positif
(4) menyesuaikan dengan pola tingkah laku kelompok.

2. Pertahanan,

merupakan pola tingkah laku pengelolaan untuk memperbaiki dan memper-
tahankan kondisi yang efektif dalam kelas, antara lain:
(1 ) mempertahankan semangat
(2) mengatasi konflik
(3) mengurangi masalah pengelolaan yang bersifat kelompok

Melengkapi pendapat dari nilai-nilai tersebut Kounin mengemukakan tingkah laku yang penting dalam pengelaolaan kelas yang sukses yaitu kegiatan penghayatan, peliputan, gerak sesuai dengan target dan waktiu perhatian yang terpusat pada kelompok semua tingkah laku lebih menyangkut pembelajar sebagai kelompok kelas. Demikian efektivitas proses kelompok dalam pengelolaan kelas tergantung dari gerak dan dinamika kelompok.

B. PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS

Apabila anda telah mempelajari uraian contoh pada setiap kegiatan utamanya pada kegiatan belajar 3 ini dapat anda memahami bahwa usaha pengelolaan kelas sebenarnya sukar dipisahkan pengertian dan prosedurnya. karena pengelolaan kelas berupa “pekerjaan” -yang harus dilahirkan dan acapkali muncul bahkan setiap pengajar mesti mengalami. Pelaksanaan suatu pekerjaan harus melalui prosedur sebagai tahap yang jelas.
Prosedur adalah langkah-langkah untuk melakukan suatu pekerjaan. Pengelolaan kelas merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakuikan oleh pengajar. Kegiatan-kegiatan mengelola kelas mengacu kepada tindakan yakni:

1. Tindakan preventif (pencegahan), tindakan ini berupa kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.

2. Tindakan kuratif (penyembuhan), tindakan ini berupa kegiatan mengatasi atau memperbaiki kondisi karena terjadi tingkah laku pembelajar yang menyimpang baik secara individual maupun kelompok sehingga mengganggu dan menurunkan kondisi optimal dari proses belajar mengajar yang berlangsung.

Dimensi tindakan kuratif dapat pula dibagi dalam dua aspek tindakan yakni:

Ø aspek tindakan yang segera diambil oleh pengajar kajena terjadi gangguan sewaktu waktu

Ø aspek tindakan terhadap tingkah laku yang telah terlanjur dalam beberapa lama berlangsung supaya tidak berlarut-larut.

Prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah langkah yang ditempuh untuk melakukan pekerjaan pengelolaan kelas dengan baik. Langkah-langkah yang akan diambil harus dipertimbangkan dengan masalah mulai dari merencanakan sampai menyusun suatu langkah-langkah operasional.

Tindakan pencegahan merupakan lerapi yang tepat sebelum munculnya tingkah laku yang nienyimpang dan mengganggu kondisi belajar mengajar.

Langkah-langkah dalam tindakan pencegahan bersifat strategis ian mendasar. Adapun prosedur pengelolaan kelas dimensi pencegahan sebagai:

1. Peningkatan kesadaran diri sebagai “pengajar”
Peningkatan kesadaran diri sebagai pengejar inilah yang paling suategis dan mendasar karena mampu meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk. menghilangkan sikap otoriter dan sikap permisif yang dipandanng kurang manusiawi dan kurang realistik.

2. Peningkatan kesadaran siswa
Peningkatan kesadaran pembelajar pada dirinya untuk menanggulangi sikap kemalasan, sikap menyerahkan tanggung jawab, kurang puas. Mudah kecewa, mudah tertekan oleh peraturan sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu pembelajar perlu memahami hak dan kewajiban sebagai pembelajar dalam suatu kelompok, kelas aiau sekolah.

3. Sikap tulus hati, kejujuran dari pengajar Sikap tulus hati, jujur, polos, terbuka adalah suatu modal untuk menciptakan kondisi yang optimal untuk membelajarkan pembelajar. Karena sikap pengajar inilah pembelajar menjadi semakin percaya dan merupakan stimulus yang positif

4. Mengenal masalah dan menemukan alternatif pendekatan pengelolaan kelas.
Seorang pengajar hendaknya mampu mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku pembelajar yang sifatnya individual maupun kelompok.
Tingkah luku yang menyimpang dari pembelajar kemungkinan disengaja. mungkin untuk menarik perhatian antara atau untuk merenksi negatif. Untuk itu pendekatan yang dimmakan dalam rnengatasi masalah penuelolaan kelas harus tepat pula

5. Membuat kontak sosila, yang berarti mampu menyusun peraturan. norma.
Nilai dan norma. Nilai dan norma terpadu datang dari pengajar dan pembelajar. Norma disusun -melalui kontak sosial yang baik dengan bentuk daftar aturan atau tata tertib serta sangsi yang mengatur kehidupan kelas. Kontak sosial ini merupakan standar tingkah laku individu maupun kelompok dalam kelas

Prosedur Pengelolaan kelas dimensi penyembuhan

1. Mengidentifikasi pembelajar yang mengalami kesulitan dalam kelas.
Hal ini dengan melihat latar belakang keadaan pembelajar. Dalam langkah ini termasuk identifikasi penyimpangan atau pelanggaran itu.
Membuat rencana yang diperkirakan (estimasi) paling tepat untuk menghadapi masalah penyimpangan atau pelanggaran tata tertib. Data dari langkah pertama sebagai dasar penyusunan rencana. Diupayakan rencana penanggulangan atau perbaikan setepatnya agar tidak menimbulkan reaksi negatif.

2. Menetapkan waktu pertemuan dengan pembelajar atas persetujuan bersama. Dalam langkah ini mengandung tiga pokok kegiatan : perlukan pertemuan ini diadakan, kapan ketetapan mengadakan pertemuan untuk mencari penyelesaian.

3. Mengemukakan tujuan pertemuan, manfaat yang diperoleh pembelajar dan sekolah. Maksud pertemuan dijelaskan agar pembelajar menyadari pentingnya pertemuan kelas. Manfaat pertemuan dijelaskan agar pembelajar dapat mengambil hikmahnya dalam tingkah laku dan hidupnya.

4. Kesadaran akan kekurangan pada manusia (pengajar-pembelajar). Pengajar bukanlah yang sempurna pembelajarpun demikian, yang penting bagi kita berusaha menghindari tingkah laku yang menyimpang. Kita menyadari kelemahan. Oleh karena itu tinggal bagaimana sikap kita menghadapi kelas dengan tingkah laku yang hetrogen sehingga akhirnya dari langkah ini pembelajar merasa terhimbau untuk ikut menciptakan kondisi yang optimal bagi proses belajar mengajar.

5. Pengajar berusaha membawa pembelajar kepada pokok masalah terhadap pelanggaran peraturan yang berlaku.

6. Pengajar mengupayakan pembelajar berdiskusi seca.ra aktif dan pembelajar lebih responsif.
Pertemuan pemecahan masalah sampai terjadi kontak individual dalam memperbaiki tingkah laku pembelajar.

7. Melakukan tindak lanjut dan pengawasan terhadap perubahan tingkah laku pembelajar untuk mendapatkan bahkan seperlunya.

Bila disederhanakan 4 langkah tersebut terdiri dari :
1) Langkah identmkasi masalah
2) Langkah analisa masalah
3) Langkah alternatif pemecahan, pelaksanaan dan penilaian pemecahan masalah.
4) Langkah balikan dari hasil alternatif pemecahan masalah.

8. Melalui prosedur pengelolaan kelas dimensi pencegahan dan penyembuhan hendaknya para pengajar mampu melaksanakan dengan baik agar benar-benar kondisi tercipta dengan optimal untuk kelancaran proses belajar mengajar

BERBAGAI METODE PEMBELAJARAN

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

1. Metode Debat

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.

Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

2. Metode Role Playing

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

3. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

2. Berpikir dan bertindak kreatif.

3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.

2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

4. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

d. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

  1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
  2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
  3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekuranga :

  1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
  2. Membutuhkan banyak waktu dan dana
  3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

5. Cooperative Script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

  1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
  2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
  3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
  4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
  5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
  6. Kesimpulan guru.
  7. Penutup.

Kelebihan:

a. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.

b. Setiap siswa mendapat peran.

c. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

  1. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
  2. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

6. Picture and Picture

Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Langkah-langkah:

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
  2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
  3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
  4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
  5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
  6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
  7. Kesimpulan / rangkuman.

Kebaikan:

  1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
  2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

Kekurangan:

  1. Memakan banyak waktu.
  2. Banyak siswa yang pasif.

7. Numbered Heads Together

Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

Langkah-langkah:

  1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
  2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
  3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
  5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
  6. Kesimpulan.

Kelebihan:

  1. Setiap siswa menjadi siap semua.
  2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
  3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

  1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
  2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

8. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.

Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik

Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama

Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.

c. Implementasi

Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis

Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

9. Metode Jigsaw

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:

a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya;

b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula.

Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

10. Metode Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

a. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

b. Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

c. Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

d. Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

e. Team recognize (penghargaan kelompok)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

11. Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)

Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.

Langkah-langkah:

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).

b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

e. Memberi evaluasi.

f. Penutup.

Kelebihan:

  1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
  2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:

  1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
  2. Membedakan siswa.

12. Model Examples Non Examples

Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.

Langkah-langkah:

  1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
  2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
  3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
  4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
  5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
  6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
  7. Kesimpulan.

Kebaikan:

  1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
  2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
  3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:

  1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
  2. Memakan waktu yang lama.

13. Model Lesson Study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.

Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

a. Perencanaan.

b. Praktek mengajar.

c. Observasi.

d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).

Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:

1. Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.

2. Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

14. Kepala Bernomor Struktur

Langkah-langkah :

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor

b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya

c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka

d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain

e. Kesimpulan

15. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)

Langkah-langkah :

a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)

b. Guru menyajikan pelajaran

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu

e. Memberi evaluasi

f. Kesimpulan

16. Artikulasi

Langkah-langkah :

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa

c. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang

d. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya

e. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya

f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa

g. Kesimpulan/penutup

17. J. Mind Mapping

Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban

c. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang

d. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi

e. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru

f. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru

18. Make – A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)

Langkah-langkah :

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu

c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

g. Demikian seterusnya

h. Kesimpulan/penutup

19. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)

Langkah-langkah :

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru

c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya

e. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa

f. Guru memberi kesimpulan

g. Penutup

Penanganan Siswa Bermasalah Disekolah

Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.

Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.

Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.

Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Dengan melihat gambar di atas, kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi.

Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas menyatakan untuk kasus demikian, siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dari dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.

Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru BK/Konselor yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :

  1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
  2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
  3. Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Secara visual, penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

7 Langkah Mengembangkan Pikiran Kritis Saat Belajar

Jika anda seorang pelajar atau mahasiswa, tentunya artikel kali ini sangat berguna bagi anda. Artikel kali ini merupakan lanjutan dari artikel tentang pembelajaran sebelumnya, strategi sukses di sekolah.

Dalam menjalani proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di kampus, tentu anda menginginkan prestasi yang optimal. Penting untuk disadari bahwa guna mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal tentu faktor yang paling menentukan adalah pada proses belajar itu sendiri.

Banyak individu beranggapan bahwa proses belajar merupakan proses yang sederhana. Hanya dengan membaca materi pengajaran (buku/diktat/modul/kebetan ), memperhatikan dan mendengarkan penjelasan di kelas maka prestasi optimal pasti diraih. Sayangnya pada kenyataannya tidak demikian (kacian deh lu… ). Jika demikian kenyataannya maka tentunya akan banyak sekali individu yang berhasil dalam belajar. Jika demikian maka tidak akan ada bimbingan belajar yang mengedepankan hanya cara-cara ringkas dalam menyelesaikan soal. Dan memang kenyataannya tidak demikian. Banyak siswa/mahasiswa yang telah melakukan hal serupa namun prestasinya tetap kurang memuaskan. Strategi belajar pasif tidak akan pernah memberikan hasil pembelajaran yang diharapkan.

Tahukah anda bahwa guna meraih hasil optimal anda perlu melibatkan seluruh pemikiran aktif saat melakukan pembelajaran. Sayangnya banyak institusi pendidikan (baik sekolah, kampus apalagi bimbingan belajar) yang tidak mengembangkan hal ini. Bagi mereka belajar adalam proses dimana guru mengajar dan siswa menerima. Itu dan hanya itu saja. Wajar saja kemudian sekiranya kualitas pendidikan bangsa ini sedikit kurang dibandingkan negara lain di kawasan.

Belajar dan berpikir merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dapatkah anda membayangkan bagaimana proses pembelajaran yang tidak disertai dengan proses berpikir. Sayangnya masih banyak individu yang belajar seperti zombie. Dari luar sepertinya mereka belajar namun sebenarnya mereka tidak belajar. Proses belajar dapat dianalogikan sebagai keseluruhan perjalanan mencapai satu tujuan. Sementara berpikir merupakan proses perjalanan itu sendiri, kaki mana yang harus dilangkahkan dan ke arah mana anda perlu melangkahkannya. Selama proses perjalanan anda perlu memastikan bahwa setiap langkah koheren satu sama lain guna mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Karena untuk mencapai hasil optimal dalam pembelajaran dibutuhkan pemikiran aktif, dan berpikir secara aktif sama artinya dengan berpikir secara kritis, maka artinya proses pembelajaran optimal membutuhkan pemikiran kritis dari si pembelajar.

Mungkin seperti yang lainnya, kini anda bertanya, �Apa yang dimaksud dengan pemikiran secara kritis?� Pada bagian berikut saya menguraikan seluruh tahapan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pemikiran kritis saat belajar. Harapannya setelah membaca artikel ini, anda tidak melatihnya namun langsung menerapkan dan hanya menanti hasil yang lebih optimal, segera atau beberapa saat setelahnya.

1. Tentukan hal yang ingin anda pelajari

Untuk dapat melibatkan pemikiran kritis saat belajar, sebelumnya anda perlu benar-benar mengetahui apa yang akan atau ingin anda pelajari. Hal ini sama seperti mengetahui tujuan pergi sebelum anda melangkahkan kaki ke luar rumah. Anda dapat melakukan hal ini dengan memberikan pernyataan seputar materi tersebut. Jika anda mudah lupa, tips dari saya, ikuti training/coaching Prima Memory atau siapkan selembar kertas di dekat anda dan tuliskan berbagai penyataan tujuan anda mempelajari materi tersebut. Anda dapat memberikan berbagai pernyataan sederhana seperti, �Saya penasaran cara kerja pikiran saat seseorang berada pada kondisi hypnosis?� atau �Saya penasaran apa hubungan antara hypnosis dengan peningkatan daya ingat seseorang?� Intinya semua pertanyaan yang anda tuliskan adalah pernyataan tujuan yang singkat dan sederhana.

2. Kumpulkan semua sumber informasi

Daftarkan semua sumber informasi berkenaan dengan materi yang ingin anda kuasai, setelahnya kumpulkan. Anda perlu membuka diri seluas-luasnya pada berbagai sumber informasi, mulai dari buku, makalah, artikel, berbagai sumber di internet, kliping, jurnal, koran, majalah, siaran radio, TV, penjelasan guru/dosen, wangsit, wasiat, wasir dan yang lainnya . Hilangkan semua praduga anda mengenai materi yang ingin anda pelajari, karena praduga anda hanya akan membatasi proses pencarian berkenaan seputar materi tersebut. Semakin banyak sumber informasi yang anda dapatkan semakin baik.

Setelahnya anda perlu mencari pula berbagai contoh aplikasi dari hal yang anda telah pelajari. Tahapan ini sering kali dilewatkan oleh banyak individu. Akibatnya proses pembelajaran mereka kurang optimal karena membuat mereka seolah terpisah dengan materi yang sedang dipelajari. Mereka memahami materinya, namun mereka tidak mengetahui aplikasinya.

Berbagai contoh aplikasi yang anda temui di lapangan juga dapat membantu anda memfilter informasi mana yang perlu diterima dan informasi mana yang perlu ditolak. Ketika terdapat ketidaksesuaian antara aplikasi di lapangan dan teori yang anda pelajari hal ini merupakan sinyal bagi anda untuk mulai bertanya ke dalam diri, �Haruskan saya terima informasi ini atau saya perlu membuangnya?� Melakukan hal ini akan semakin memperkuat pemahaman anda akan materi yang anda pelajari.

3. Tanyakan asumsi dasar penulis

Setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda-beda atas suatu kondisi. Dan seperti yang telah saya ulas sebelumnya pada artikel resolusi konflik melalui modifikasi value, tidak ada satu pun dari pemahaman tersebut yang 100% akurat dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi. Salah satu kondisi yang kudu dalam berpikir kritis adalah anda perlu memiliki pendekatan seobjektif mungkin atas hal yang anda pelajari dan minimalkan terseret oleh subjektifitas satu pihak, katakanlah si penulis.

Serupa dengan artikel ini, anda perlu melakukan hal yang sama. Tanyakan berbagai pertanyaan yang ada di benak anda saat membaca artikel ini. Bahkan jika diperlukan berikan sanggahan anda atas artikel ini atau pada berbagai artikel lainnya di web site ini. Karena web site ini diorientasikan se-objektif mungkin, itulah sebabnya saya memfasilitasi objektifitas individu melalui media buku tamu atau mailing list.

4. Buat pola sederhana atas materi yang dipelajari.

Artikel pada majalah Scientific American Mind volume 17, No. 6, Venus in Response mengungkapkan bahwa persepsi individu mengenai kecantikan ternyata lebih ditentukan oleh kesederhanaan. Wajah yang sederhana dan tidak rumit ketika dipandang dianggap sebagai wajah yang cantik. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang menerangkan bahwa pikiran lebih senang dengan keserhanaan. Saya beranggapan hal ini salah satunya disebabkan oleh mekanisme kerja pikiran manusia yang tidak senang dengan kompleksitas.

Demikian juga dalam belajar kaitannya dengan pembelajaran. Sangat penting bagi anda untuk membuat pola di pikiran mengenai hal yang telah anda pelajari. Anda perlu membuat hal yang anda pelajari menjadi sederhana namun tidak menyederhanakan (bingung� kan ). Maksud saya adalah dalam proses belajar anda perlu kemudian membentuk pola namun tidak terlalu mereduksi berbagai informasi yang penting. Jika anda melakukan hal ini maka kualitas pemahaman anda yang dikorbankan. Salah satu cara untuk membentuk pola atas hal yang dipelajari adalah dengan menggunakan peta pikiran (mind map). Dengan menggunakan mind map maka anda tidak hanya membentuk pola dengan melihat seluruh gambaran besar dari informasi yang anda pelajari, namun anda juga mengetahui hubungan antara masing-masing informasi tersebut. Sebagai tambahan, hal ini juga mempermudah anda dalam mengkomunikasikan hal yang anda pelajari kepada orang lain.

5. Tanya

Setelah mendapatkan pola dari materi yang anda pelajari maka tahapan selanjutnya adalah menanyakan kembali berbagai informasi yang telah anda pelajari kepada diri anda. Hal ini salah satunya ditujukan untuk mengaktifkan pikiran anda dan terus mengembangkan berbagai hal yang telah anda pelajari. Dengan bertanya anda mengindentifikasi berbagai hal yang mungkin belum anda kuasai mengenai materi yang anda kuasai. Tanyakan berbagai pertanyaan yang memancing untuk memperbesar medan pemahaman anda misalnya, �Bagaimana kalau begini/begitu?�.

6. Kemukakan

Setelah anda belajar mengenai sesuatu tentunya anda ingin mengetahui seberapa baiknya penguasaan anda. Asumsi saya anda belajar untuk memahami suatu materi dan bukan untuk orientasi yang lain, seperti sebatas menaikan nilai misalnya. Nilai merupakan konsekuensi logis atas pemahaman anda. Dengan demikian wajar sekiranya saya merasa aneh ketika mendengar atau melihat iklan berbagai institusi pendidikan yang berbunyi �menaikan nilai ujian dengan rata-rata sekian� atau �semua lulusan kami langsung kerja�. Tidakkah hal itu terdengar seperti �pemrograman manusia�. Mungkin memang benar sekarang jaman edan, semuanya serba terbalik .

Untuk mengetahui seberapa baiknya pemahaman, anda perlu menyatakan kembali berbagai hal yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan melakukan hal ini anda mengetahui sejauh mana dan sebaik apa penguasaan anda atas materi tersebut. Untuk melakukan hal ini anda dapat menerangkan ke orang lain. Namun sebelumnya perlu dijelaskan bahwa tujuan anda adalah untuk meningkatkan pemahaman anda atas materi tersebut dan bukan untuk mempertontonkan kecerdasan anda.

7. Uji kemampuan anda.

Langkah terakhir dari rangkaian tahapan berpikir kritis dalam belajar adalah menguji penguasaan. Serupa dengan tahapan sebelumnya, tahapan ini dilakukan salah satunya untuk mengetahui seberapa baiknya kemampuan anda atas materi yang dipelajari. Bedanya, tahapan ini sedikit lebih mendetil. Sedikitnya ada lima hal yang perlu dilakukan untuk menguji kemampuan anda, antara lain:

a) Daftarkan

Termasuk di dalamnya memberikan label (nama), mengidentifikasi dan membuat daftar seputar materi yang dipelajari. Hal ini ditujukan untuk mendemonstrasikan berbagai hal yang telah anda pelajari. Dengan kata lain seberapa beragamnya hal yang telah anda kuasai.

b) Definisikan

Termasuk di dalamnya memberikan penjelasan, merangkum dengan kata-kata sendiri dan berbagai cara lainnya. Utamanya dengan merangkum menggunakan kata-kata sendiri, anda mengetahui seberapa baiknya penguasaan anda atas materi tersebut. Selain itu dengan melakukan hal ini anda memadukan pula informasi terbaru dengan berbagai informasi yang telah anda ketahui sebelumnya.

c) Pecahkan masalah

Termasuk pula di dalamnya memberikan contoh berkenaan dengan materi yang anda pelajari. Dengan melakukan hal ini anda mengetahui pula aplikasi dari materi yang anda pelajari.

d) Bandingkan dengan teori lain

Jika anda pernah mempelajari atau megetahui materi sejenis dari sumber yang berbeda maka anda dapat melakukan komparasi antara keduanya. Melakukan hal ini berarti anda melatih pula daya analisa.

e) Ciptakan

Termasuk pula di dalamnya mengkombinasikan dan menemukan teori baru. Menciptakan terori bukan hanya hal para peneliti, anda pun dapat dan harus pula melakukannya. Kembangkan teori anda sendiri. Dengan demikian anda mengkristalkan pemahaman anda atas materi tersebut. * Dan yang terakhir, buat rekomendasi anda

Serupa dengan langkah sebelumnya, namun langkah ini lebih ditujukan bagi orang lain. Menurut saya karakteristik cerdas adalah; mengetahui apa yang diinginkan, mengetahui di mana mendapatkan yang diinginkan dan dapat membuat orang lain mencapai seperti dirinya. Semantara anda membaca artikel ini, saya mengetahui pula bahwa anda adalah seorang yang cerdas sehingga tentuya anda dapat juga membantu orang lain untuk meraih pula berbagai pencapaian anda. Anda dapat melakukan hal ini salah satunya dengan memberikan rekomendasi atas materi yang bersangkutan. Beritahu the do�s anda the don�t�s untuk mempelajari materi tersebut.

Sumber : Pendidikan Network

Isra dan Miraj

Isra dan Mi’raj merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11 Hijriah. Pada peristiwa Isra Mi’raj dapat dikatakan terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsadengan menaiki buroq . Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Tujuan Pendidikan

Salah satu mutiara kata yang dikupas oleh Barbara K Given dalam bukunya berjudul “Brain-based Teaching” mengatakan begini:

“PENDIDIKAN LEBIH DARI SEKEDAR MERAIH STANDAR PEMBELAJARAN TERTENTU. PENDIDIKAN IDENTIK DENGAN MENGEMBANGKAN KEINGINAN UNTUK BELAJAR, MEMAHAMI CARA BELAJAR, DAN MENERAPKAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERDASARKAN BAGAIMANA SESUNGGUHNYA OTAK BERFUNGSI”

Nah. lho! Sementara kita berkutat mempermasalahkan pencapaian standar pembelajaran melalui Ujian Nasional, orang lain sudah berpikir jauh kedepan, yaitu bagaimana seharusnya pembelajaran di sekolah terjadi.

Kontruktivisme-Perubahan Konsepsi

Menurut pandangan konstruktivisme, keberhasilan belajar tergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tapi juga bergantung padapengetahuan awal siswa (prior knowledge). Belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa tentang apa yang sedang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas proses belajar mereka sendiri, bukan tanggung jawab guru.

Implikasi dari pandangan konstruktivisme ini di sekolah adalah bhwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa. Pengetahuan itu harus secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini, penelitian pendidikan  mengungkapkan bahwa proses belajar merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga peran guru sekarang berubah dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1) berkaitan dengan pengetahuan awal atau prakonsepsi (prior knowledge) siswa; (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction); (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).

Dalam pandangan konstruktivisme, belajar adalah proses perubahan konsepsi. Oleh karena itu belajar dipandang sebagai suatu kegiatan yang rasional. Belajar hanya akan terjadi apabila seseorang mengubah atau berkeinginan mengubah pikirannya. Dalam perubahan konsepsi, siswa dipandang sebagai pemroses informasi dan pemroses pengalaman. Bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman dan informasi. Ini berarti, kemampuan siswa untuk belajar dan apa yang dipelajari siswa bergantung pada konsepsi yang terdapat dalam pengalaman tersebut. Gagasan yang baru tidak begitu saja ditambahkan pada gagasan yang telah ada, tetapi mereka saling berinteraksi yang kadang-kadang memerlukan perubahan.

Perubahan konsepsi ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) pembedaan: artinya konsep baru muncul dari konsep lebih umum yang sudah ada; (2) perluasan konsepsi: konsep lama yang mengalami perkembangan menjadi konsep baru; (3) konseptualisasi ulang (restrukturisasi): terjadi perubahan signifikan dalam bentuk dan hubungan antar konsep.

Kontruktivisme-Struktur Kognitif (sekilas pandang)

Mengajar tidak secara otomatis menjadikan siswa belajar. Tugas guru dalam mengajar antara lain adalah membantu transfer belajar. Tujuan transfer belajar ialah menerapkan hal-hal yang telah dipelajari pada situasi baru, artinya apa yang telah dpelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui penugasan dan diskusi kelompok misalnya, seorang guru dapat membantu transfer belajar. Oleh karena itu fakta, prinsip, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk terjadinya transfer belajar sudah dikuasai oleh siswa yang sedang belajar.

Biggie, 1989, merangkum perbedaan penting antara teori belajar perilaku dengan teori belajar kognitif. Seorang guru penganut teori belajar perilaku berkeinginan mengubah perilaku siswanya, sedangkan guru yang menganut teori belajar kognitif ingin mengubah struktur kognitif (pemahaman) siswanya.

Sesungguhnya ada dua kutub dalam pendidikan saat ini, yaitu tabula rasa dan konstruktivisme. Menurut rujukan tabula rasa, siswa diibaratkan kertas putih yag ditulisi apa saja oleh gurunya atau ibarat wadah kosong yang dapat diisi apa saja oleh gurunya. Dengan pendapat ini seakan-akan siswa bersifat pasif dan memiliki keterbatasan dalam belajar. Menurut rujukan konstruktivisme, setiap orang yang belajar sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri. Jadi siswanya dapat aktif dan terus meningkatkan diri dalam kondisi tertentu.

Struktur kognitif seseorang pada suatu saat meliputi segala sesuatu yang telah dipelajari oleh seseorang (Ausubel dalam Kalusmeier, 1994). Hasil belajar sendiri dapat dikelompokkan menjadi (1) informasi verbal; (2) keterampilan; (3) konsep, prinsip, dan struktur pengetahuan; (4) taksonomi dan keterampilan memecahkan masalah; (5)strategi belajar dan strategi mengingat. Seluruh hal itu dipelajari “initially”, direpresentasikan secara internal, diatur dan disimpan dalam bentuk “images”, simbol dan makna. Struktur kognitif mengalami perubahan sejak lahir dan maju berkelanjutan sebagai hasil proses belajar dan pendewasaan/kematangan. Konsep, prinsip, danstruktur pengetahuan (termasuk taksonomi dan hierarkinya), pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting dalam ranah kognitif.

6 Keunggulan Penggunaan Pandangan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

  1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
  2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
  3. pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
  4. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
  5. pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
  6. pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.